PEMAHAMAN NEGARA SERTA HUBUNGAN NEGARA DAN
HUKUM
A. Pengertian Negara
Negara, seperti yang sudah dijelaskan di dalam bab pendahuluan,
merupakan terjemahan dari bahasa asing, yaitu state dalam bahasa Inggris, staat
dalam bahasa Jerman dan Belanda, dan etat dalam bahasa Prancis. Kata state,
staat, dan etat dambil oleh orang-orang Eropa dari bahasa latin pada abad
ke-15, yaitu dari kata statum atau status yang berarti keadaan yang tegak dan
tetap, atau sesuatu yang bersifat tetap dan tegak.
Di Indonesia sendiri, penggunaan istilah Negara sudah ada sejak
abad ke-5. Dan kata Negara berasal dari bahasa sansekerta, yaitu nagara atau
nagari yang berarti kota. Hal tersebut dapat dibuktikan, dan dilihat dalam
sejarah dimana terdapat penemuan dalam penamaan kitab majapahit yaitu Negara
Kertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Jika dilihat dari sejarah tadi, maka
dapat dipastikan bahwa Indonesia sudah menggunakan istilah Negara jauh lebih
dulu dari pada orang-orang Eropa.
Karna pengertian Negara yang begitu luas, Negara sering menjadi
objek kajian yang menarik oleh para ahli untuk diperbincangkan . sehingga
banyak ahli luar maupun dalam negeri yang mencoba mengartikan istilah Negara,
dan muncullah definisi-definisi tentang Negara. Berikut pendapat para ahli tentang
Negara :
1. Aristoteles, beliau mendefinisikan Negara sebagai suatu
persekutuan dari sebuah keluarga dan suatu desa untuk mencapai kehidupan yang
layak dan sebaik-baiknya.
2. Harold J. Laski, Negara merupakan suatu kelompok masyarakat
yang diintergrasikan karena mempunyai wewenang yang sifatnya memaksa dan secara
sah lebih agung daripada (personal) individu atau kelompok yang merupakan
bagian dari rakyat atau masyarakat.
3. Mac Iver, Negara merupakan penarikan ( persembatanan) yang
bertindak melalui hukum yang direalisasikan oleh pemerintah yang dilengkapi
dengan sebuah kekuasaan untuk memaksa dalam kehidupan yang dibatasi secara
letak (territorial) mempertegak syarat-syarat lahir yang umum dari ketertiban
sosial.
4. J.J. Rousseau, Negara merupakan perserikatan dari segenap
rakyat bersama yang melindungi dan mempertahankan hak masing-masing diri dan
harta benda para anggota yang tetap hidup dengan bebas merdeka.
5. Prof. Miriam Budiarjo, Negara adalah suau daerah territorial
yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabatdan yang berhasil menuntut dari
warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui
penguasaan ( control ) monopolist dari kekuasaan yang sah.
6. Bellefroid, Negara merupakan suatu persekutuan hukum yang
menempati suatu wilayah untuk selama-lamanya dan dilengkapi dengan kekuasaan
tertingi untuk menciptakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
7. Max Waber, menurut ahli yang satu ini Negara merupakan kumpulan
masyarakat yang memonopoli penggunaan kekerasaan fisik secara sah didalam suatu
wilayah.
B. Bentuk Negara
Ada beberapa bentuk Negara didunia ini. Bentuk dari Negara sendiri
dapat dilihat dari sudut konsep dan unsur daripada Negara itu sendiri,
contohnya konsep kekuasaan dan unsur wilayah sebuah Negara.
Dari perspektif konsep kekuasaan kita tahu bahwa Negara sebagai
organisasi atau lembaga kekuasaan dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu vertikal
dan horizontal. Pembagian kekuasaan secara vertical adalah pembagian kekuasaan
Negara menurut tingkatannya, dalam hal ini pembagian kekuasaan antara beberapa
tingkat pemerintahan. Carl J. Friedrich memakai istilah pembagian kekuasaan
secara territorial ( territorial division of power).
Dalam pembagian kekuasaan
ini dapat dilihat perbandingan antara Negara kesatuan, Negara federal, serta
gabungan dari Negara-negara atau yang disebut juga konfederasi. Kemudian
pembagian kekuasaan secara horizontal, kekuasaan ini terbagai berdasarkan
fungsi-fungsinya. Pembagian ini menunjukan perbedaan antara fungsi pemerintahan
yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudukatif atau lebih dikenal dengan
“trias politica”.
Jika dilihat dari perspektif wilayah, disebutkan bahwa berdasarkan
sifat serta eratnya hubungan anatara Negara dengan wilayahnya maupun dengan
wilayah lain. Maka dari itu bentuk Negara dapat dibedakan, anatara lain :
1. Negara Kesatuan
Menurut C.F. Strong, dimana ddikutip oleh Prof. Miriam Budiarjo,
Negara kesatuan adalah bentuk Negara yang memusatkan wewenang legislative
tertingginya kepada satu badan legislative nasional atau pusat. Maka dari itu
kekuasaan terletak pada pemerintah pusat ( pempus ) dan tidak ada pemerintahan
daerah ( pemda ). Dan karena kekuasaan tersebut terletak pada pemerintahan
pusat maka pemerintahan pusat berwenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya
kepada pemerintahan daerah berdasarkan hak otonomi, tetapi pada tahap terakhir,
kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintahan pusat. Negara kesatuan
seperti ini disebut juga Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi. Namun,
jika pemerintah pusat tidak menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada kepada
daerah lazim maka Negara kesatuan tersebut disebut Negara kesatuan dengan
sistem sentralisasi.
Dari penyampaian tadi, maka C.F. Strong menyimpulkan bahwa
terdapat dua ciri mutlak yang melekat pada Negara kesatuan.
a. Adanya supremasi dari dewan perwakilan rakyat pusat
b. Tidak adanya badan-badan lainnya yang berdaulat.
Maka dari itu , bisa dikatakan bahwa dalam Negara kesatuan, warga
Negara sebenarnya satu pemerintahan saja, yakni pemerintahan pusat.
2. Negara Federal
Negara Federal atau dengan istilah lain disebut juga Negara
serikat merupakan Negara yang terdiri atas beberapa bagian, namun setiap bagian
dari pada negar tersebut tidak berdaulat. Bagian-bagian itu akan berdaulat
apabila sudah menjadi gabungan dan membentuk federasi. Dalam Negara yang
berbentuk federasi ini, Negara-negara yang merupakan bagian dari pada federasi
tadi punya kekuasaan untuk membuat dan memiliki undang-undang dasar sendiri,
kepala Negara, sendiri, dewan perwakilan sendiri, dan dewan menteri sendiri
atau kabinetnya sendiri. Namun, dalam urusan angkatan perang dan keuangan,
mereka tidak memiliki kekuasaan sendiri. Dan dengan kata lain, yang punya
urusan angkatan perang dan keuangan tadi adalah Negara federal.
Setiap Negara bagian didalam Negara federal boleh melakukan
tindakan ke dalam, asalkan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Federal. Tindakan keluar, khususnya sebagala sesuatu tentang ubungan dengan
Negara lain, hanaya dapat dilakukan melalui atau olehpemerintahan federal.
Contoh dari Negara federal adalah Amerika Serikat dan Malaysia.
Negara federal dan Negara kesatuan memeiliki kesamaan dengan
sistem desemtralisasi, misalnya, satu sama lain memiliki hak untuk mengurus
kepentingannya masing-masing dan hanya pemerintah pusat atau federallah yang
dapat bertindak keluar. Namun, dibalik kesamaannya, Negara federal dan Negara
kesatuan memiliki perbedaan dan perbedaaan tersebut terletak pada asal-usul hak
mengurus rumah tangganya sendiri merupakan hak asli-nya, sementara pada daerah
otonom hak itu diperoleh dari pemerintahan pusat.
Jika kita tinjau dari sudut pandang kenegaraan dan sudut hukum,
Negara federal dan Negara kesatuan yang didesentralisasi sesungguhnya hanya
perbedaan nisbi ( relatif ) saja. Hans Kelsen mengemukakan bahwa perbedaaan
antara Negara federal dan Negara kesatuan yang didesentralisasi itu hanyalah
perbedaan dalam tingkat desentralisasi ( “only the degree of decentralization
distinguisbes a unitary state didided into autonomous provincies from a federal
state”).
Menurut Prof. Mr. R. Kranenburg, seperti dikutip Meriam Budiardjo,
terdapat perbedaan yang umum dapat terlihat anatara Negara federal dan
kesatuan, khususnya ditinjau dari sudut hukum positif, yakni :
1. Negara bagian suatu federasi memiliki pouvoir constituant,
yakni wewenang membentuk undang-undang dasar sendiri serta wewenang mengatur
bentuk organisasi sendiri dalam rangka batas-batas konstitusi Negara federal,
sedangkan dalam Negara kesatuan, oranisasi Negara-negara bagian, ( yaitu
pemerintah daerah ) secara garis besarnya telah ditetapkan oleh pembentuk
undang-undang pusat;
2. Dalam Negara federal, wewnang membentuk undang-undang pusat
untuk mengatur hal-hal tertentu telah terperinci satu persatu dalam konstitusi
federal, sedangkan dalam Negara kesatuan, wewenang pembentukan undang-undang
pusat ditetapkan dalam suatu rumusan umum dan wewenang pembentukan
undang-undang rendahan ( lokal ) bergantung pada badan pembentuk undang-undang
pusat itu.
3. Gabungan Negara
Gabungan Negara atau yng sering disebut dengan konfederasi adalah
perserikatan, persekutuan atau gabungan antara beberapa Negara. Namun, walaupun
bergabung Negara-negara yang tergabung dalam konfederasi ini tetap berdaulat
atau merdeka penuh. Persekutuan itu terbentuk karena adanya kepentingan dan
dinamika sosial politik global. Beberapa contoh Negara konfederasi seperti Uni,
Commonwealth ( Negara persemakmuran ), Protektorat ( Negara di bawah
perlindungan ), dan perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ).
Uni merupakan bentuk Negara yang terbentuk karenang ada dua atau
lebih Negara Merdeka atau Negara berdaulat yang memiliki kepala Negara atau
parlemen bersama. Contoh Negara Uni adalah, Uni Austria-Hongaria.
Selanjutnya Commonwealth, Negara Konfederasi yang satu ini
merupakan perserikatan Negara-negara yang berdaulat penuh dan bekas jajahan
Inggis. Dan Negara- Negara yang bergabung ini disebut juga dominion. Namun,
tidak lah semua bekas Jajahan Inggris tergabung dalam Commonwealth ini, karena
untuk bergabung kedalam Commonwealth ini bersifat sukarela.
Kemudian protektorat, protektorat ini merupakan suatu Negara yang
berada dibawah lindungan suatu Negara lain yang dianggap lebih kuat. Namun
protektorat ini Negara-negara yang bergabung tidak lah harus berdaulat
sepenuhnya, contohnya saja Monaco, Monaco merupakan protektorat Prancis.
Selain itu juga ada Perserikatan Bangsa-bangsa atau lebih dikenal
dengan PBB, Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB ini merupakan persekutuan
Negara-negara yang berdaulat atau merdeka penuh yang ada di Dunia ini. Namun,
untuk bergabung dalam perserikatan ini bersifat sukarela. Sehingga dalam Proses
keluar atau masuknya Negara-negara dalam perserikatan ini merupakan suatu yang
sudah biasa, dan tentu saja dengan segala resiko yang harus dihadapi nantinya,
khususnya masalah hak dan kewajiban. Hal seperti ini pernah dilakukan oleh
Negara Indonesia, yaitu pernah keluar keanggotaan PBB pada tahun 1965.
C. Hubungan Negara dan Hukum
Berbicara tentang Negara dan hukum ada beberapa pandanagan tentang
hubungan Negara dan hukum, secara umum, kerangka-kerangka tentang hubungan
Negara dan huum dapat dikelompokan mennjadi dua. Pertama, pandangan
voluntrrisme, yaitu Negara menjadi variable independen yang memengaruhi ada dan
berlakuknya suatu hukum. Jadi, pendangan ini mendasarkan keberadaan hukum
merupakan kemauan dari pada Negara. Kerangka pemikiran yang masuk kelompok ini
antara lain adalah ilmu Negara, ilmu hukum, dan teori Negara hukum.
Kedua, ada yang namanya pandangan objektivis. Pandangan ini
mengatakan bahwa hukum itu berdiri sendiri dan terlepas dari kehendak Negara,
yang termasuk dalam pandangan ini adalah kerangka teori hukum, tata Negara.
Pandangn tentang hubungan Negara dan hukum yang berbeda ini tentu
saja mengakibatkan adanya Negara dan hukum sebagai dua hal yang saling
berdampingan. Negara dan hukum mungkin memiliki hubungan timbale balik antara
satu dan lainnya. Ini menunjukan bahwa ada hubungan antara Negara dan Hukum.
Pandangan yang berbeda tadi antara Negara dan hukum mengakibatkan adanya
tanggapan bahwa Negara dan hukum merupakan dua hal yang berdiri masing-masing
dan terpisah anatara satu dengengan yang lainnya. Dalam tata hukum secara
keseluruhan, khususnya dalam kajian hukum internasional, pandangan kedua ini
juga bisa disebut dualisme. Sedangkan pandangan yang pertama tadi disebut juga
aliran monisme.
A. Perspektif Ilmu Negara
Ilmu Negara merupakan ilmu yang mempelajari Negara secara umum,
yang didasarkan pada konsep Negara, asal mula Negara, muncul dan lenyapnya
sebuah Negara, unsure-unsur Negara dan perkembangan Negara secara umum lainnya.
Dari pengertian tentang Ilmu Negara tadi, maka dapat dilihat hubungan antara
Negara dan hukum. Bila dicermati lebih dalam lagi dari bagaimana posisi atau
tempat hukum dalam Negara secara umum maka kita akan tahu dimana keterkaitan
antara Negara dan hukum.
Dari sejumlah konsep Negara yang ada, kosep maupun definisi Negara
yang relevan tentunya menunjukan bahwa Negara merupakan organisasi hukum dan
Negara organisasi yang memiliki kewenangan untuk memaksa dan memerintah. Dalam
konsep Negara sebagai sebuah organisasi hukum maka dapat di sebutkan bahwa
hukum, dalam hal ini perundang-undangan dibuat, dilaksanakan dan dikontrol
sendiri oleh Negara.
Selain dilihat dari pandangan konsep, hubungan antara Negara dan
hukum dapat dilihat dari definisi-definisi yang menjelaskan bahwa ada hubungan
anatara Negara dan hukum. Jika ditinjau dari kerangka definisi maka dapat
diketahui bahwa neara merupakan ikatan manusia yang dilengkapi kekuasaan
memerintah dan memaksa berdasarkan sistem hukum. Jellinek menyatakan bahwa
Negara mempunyai kekuasaan untuk memerintah dengan hukum. Sementara hukum,
menurut Paul Lanband adalah kumpulan perintah dari Negara yang harus ditaati.
Namun berbeda dengan kerangka definisi Negara dan hukum, dapat diketahui
bahwa hubungan antara Negara dan hukum adalah hubungan timbale balik atau lebih
jelasnya hubungan sebab-akibat. Secara singkat, hubungan antara Negara dan
hukum terlihat pada kenyataan bahwa adanya hukum dalam sebuah Negara sangat
membantu dalam pengaturan susunan atau organisasi perlengkapan pemerintahan
Negara serta pengaturan tata pergaulan rakyatnya. Dengan begitu adanya Negara
memungkinkan lahirnya hukum yang ditaati oleh seluruh warga Negara. Hukum itu
ada karena ada kehendak dari seorang atau sekelompok orang yang secara nyata
sedang berkuasa.
B. Perspektif Ilmu Hukum
Dalam perspektif ilmu hukum tentu saja kita harus tahu arti atau
definisi daripada ilmu hukum dan hukum. Ilmu hukum dapat diartikan sebagai
suatu cara untuk mempelajari hukum, atau suatu penyelidikan yang bersifat
abstrak, umum, dan teoritis, yang berusaha mengungkapkan asas-asas pokok dalam
hukum. Sedangkan pengertian hukum menurut J.T.C. Simorangkir, S.H., dan Woerjo
Sastropranoto, S.H., merupakan peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh
badan-badan resmi yang berwajib. Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi
berakibat diambilnya tindakan, yaitu badan hukum.
Didalam ilmu hukum, maka hukum secara umum dalam bentuk materil
memiliki dua arti, yaitu kekuasaan atau autbority dan kekuatan atau power.
Dalam hal ini,kekuasaan dimaksudkan sebagai kekuasaan hukum, dan kekuatan
diartikan sebagai kekuatan politik. Kekuasaan itu dapat diterim apabila sesuai
dengan perasaan hukum orang yang bersangkutan atau badan yang lebih tinggi
diakui sebagai penguasa Negara yang sah.
Setelah dipahami penjelasan diatas maka hubungan antara Negara dan
hukum ditinjau dari sudut pandang ilmu hukum terletak pada siapa yang membuat
hukum, dan kepada siapa hukum itu akan diberlakukan. Dari penjelasan yang sudah
ada, maka dapat diketahui yang membuat hukum adalah badan resmi atau Negara,
dan sudah dapat diketahui kepada siapa hukum itu akan diberlakukan, yaitu
kepada segenap masyarakat dan pengelola Negara.
Dari penejelasan serta penafsiran diatas maka dapat dilihat
hubungan Negara dan hukum, dimana sifat hukum yang memaksa dan Negara juga yang
memaksa. Hukum dibuat oleh Negara dan Negara dipayungi oleh hukum untuk
mengatur kehidupan bernegara.
C. Perspektif Negara Hukum
Untuk mengetahui hubungan anatara Negara dan hukum dalam
perspektif Negara hukum, maka haruslah paham tentang konsep dan pengertian
Negara hukum. Setelah paham tentang konsep dan mengetahui tentang pengertian
Negara hukum maka akan diketahui bagaimana Negara hukum meletakkan Negara dan
hukum dalam bingkai Negara hukum. Ada beberapa konsep yang menejelaskan Negara
hukum, diantaranya adalah konsep rechsstaat, rule of law dan konsep Negara
hukum madinah.
Pertama, dalam konsep rechsstaat dan rule of law menurut pandangan
Plato, yakni Negara dipimpin oleh orang bijaksana ( the philosophers ) dan
warga Negaranya terdiri atas kaum filosof yang bijak ( perfect guardians );
militer dan teknokrat ( auxiliary guardians ); petani dan pedagang ( ordinary
people ). Setelah ratusan tahun, bentuk konkret Negara hukum diformulasikan
oleh para ahli kedalam rechsstaat dan rule of law yang merupakan gagasan
konstitusi untuk menjamin hak asasi dan pemisahan kekuasaan.
Paham rechsstaat berkembang dalam suasana leberakisme dan
kapitalisme abad ke-18. Rechsstaat merupakan konsep Negara hukum yang berlaku
di eropa Kontinental . unsure-unsur dari paham rechsstaat, menurut seheltema
antara lain:
1. Kepastian hukum
2. Persamaan
3. Demokrasai dan pemerintahan yang melayani hukum.
Selain itu juga, pendapat Padmo Wahyomo tentang konsep rechsstaat
ini didasarkan pada filsafat lebiral yang individualistic.
Ada tiga tipe Negara hukum berdasarkan perspektif ini. Pertama,
ada tipe Negara hukum liberal, dimana dalam tipe ini menghendaki agar Negara
berstatus pasif, atau secara lebih jelas Negara harus tunduk pada
peraturan-peraturan Negara, penguasa harus sesuai juga dengan hukum dalam
bertindak. Kedua, tipe Negara hukum formil, Negara hukum formil ini mendapat
pengesahan dari rakyat. Dan Negara hukum formil ini sering juga disebut Negara
demokratis yang berlandaskan hukum. Ketiga, tipe Negara hukum materil. Negara
hukum materil ini merupakan pengembangan dari Negara hukum formil, dimana tindakan
dari penguasa harus berdasarkan undang-undang atau harus berlaku atas
legalitas, maka dalam Negara hukum materil, tindakan penguasa demi kepentingan
warga negaranya dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang atau berlaku
asas Opportunitas.
Kemudian konsep Rule of law, konsep rule of law ini merupakan
konsep Negara hukum yang dianut oleh Negara-negara Anglo Saxion. Dalam konsep
ini, ditekankan tiga tolok ukur atau unsur utama, anatara lain :
1. Supremasi hukum atau supremacy of law
2. Persamaan dihadapan hukum atau equality of law
3. Konstitusi yang didasarkan atas hak asasi manusia.
Kedua, konsep Negara Hukum Madinah. Kakikat Negara Hukum Madinah
bisa dilihat dalam Konstitusi Madinah Dalam konsep Negara Hukum Madinah
terdapat beberapa prinsip yang mendasari Konstitusi Madinah, yaitu, 1) prinsip
keumatan; 2) prinsip persatuan dan persaudaraan; 3) prinsip persamaan; 4)
prinsip kebebasan; 5) prinsip hubungan anak dan pemeluk agama; 6) prinsip
pertahanan; 7) prinsip hukum bertetangga; 8) prinsip tolong menolong dan
membela yang lemah dan teraniaya; 9) prinsip perdamaian; 10) prinsip
musyawarah; 11) prinsip keadilan; 12) prinsip pelaksanaan hukum; 13) prinsip
kepemimpinan; 14) prinsip ketakwaan amar ma’ruf nabi munkar.
Setelah penejelasan tersebut diatas aka dapat diketahui bahwa
sesungguhnya Negara dan hukum memiliki hubungan yang erat, saling berkaitan,
khususnya kertundukan Negara terhadap hukum atau-undang-undang. Maka, dalam
Negara Hukum, hukum memiliki dan menempati tempat yang paling tinggi diatas
kekuasaan . jadi Negara berdasarkan hukum, bukan Negara berdasarkan kekuasaan.
D. Perspektif Hukum Tata Negara
Pandangan berbeda justru muncul jika menggunakan perspektif hukum
tata Negara, khususnya konsepsi Duguit dan Krabbe. Diamana dalam konsepsi yang
dikemukakan oleh Duduit dan Krabbe sebagai ahli hukum tata negara, bahwa
hubungan antara Negara dan hukum bukanlah hubungan yang mengandung
sebab-akibat, melaikan hubungan yang bersifat abstrak, bahkan menurut mereka
tidak ada keterikatan sama sekalai antara Negara dan hukum. Karena itu “ hukum
bukanlah merupakan penjelmaan dari perintah-perintah Negara atau pun kehendak
Negara, dimana hukum memiliki bentuknya sendiri dan berlakunya hukum pun
terlepas daripada kehendak Negara.
Negara sesungguhnya tidaklah tunduk pada hukum, baik secara
terpaksa maupun sukarela. Hans Kalsen menyebutkan bahwa Negara itu sama halnya
dengan hukum. Maka, tidak ada kemungkinan untuk Negara tu tunduk pada hukum.
Namun, pendapat tersebut disanggah oleh Kranenburgh. Beliau
mengatakan tidak benar bahwa Negara tidak tunduk pada hukum, dan tidak benar
juga perumusan yang menyebutkan bahwa Negara sama dengan hukum. Alasannya,
karna pada kenyataannya Negara dalam tindakkannya terkait pada norma-norma
keadilan dalam mencapai tujuannya. Jadi dengan sendirinya Negara tunduk pada
hukum.
Dari penjelasan tersebut diatas, maka menurut perspektif hukum
tata Negara menyebutkan bahwa sesunguhnya Negara dan hukum tidaklah memiliki
hubungan sebab-akibat dan bisa dikatakan Negara dan hukum tidak memiliki
hubungan sama sekali.
silahkan share dan komen ya mohon kritik dan saran yang membangun :)
ReplyDelete